­

Jiwa Seluas Samudra

by - Januari 18, 2022



Aku penasaran, apa yang sedang Tuhan pikirkan ketika merencanakan pertemuan kita? Apakah seperti yang kau dan aku pikirkan? Atau seperti yang kau dan aku rasakan? Apakah memaknai kehadiranmu di hidupku sudah sesuai dengan keinginan Tuhan tentang hidupmu? Tentang hidupku? Aku hanya penasaran. Tapi, boleh saja jika rasa penasaranku ini mendapat kepuasan. Barangkali aku berhasil memaknai maksud dan tujuan pertemuan kita dengan baik. 

Ingatkah kau kali pertama kita bertemu? Kurasa kau yang lebih jago mengingatnya. Kau yang memiliki daya ingat lebih baik daripada aku di berbagai kejadian. Kau yang selalu mengingatkanku sesuatu yang kulupa mengenai kita. Lucu, kau tidak pernah marah sedikit pun ketika mengingatkannya. Hanya menyenggolku dengan kata-kata bahwa aku tak mengingatmu dengan baik. Tidak, bukan seperti itu. Aku sangat-sangat mengingatmu, mengingat dirimu sebagai seseorang yang teramat baik bagiku. Hanya saja, kau tahu, bukan, beberapa hal ingin sekali aku lenyapkan dari kepalaku. Tetapi, aku masih belum mampu, dan itu yang selalu mengambil alih perhatianku. Maafkan aku, ya. Aku akan mencoba mengingatmu lebih baik. Detail-detail kecil darimu.

Setelah lama mengenalmu, aku baru tahu apa makanan kesukaanmu. Bodohnya aku! Terlalu memfokuskan diri, memfokuskan kita pada sesuatu yang tidak perlu. Sesederhana makanan kesukaanmu saja, aku baru mengetahuinya akhir-akhir ini ketika aku berusaha menjadi seseorang yang mendengarkanmu dengan baik. Ya, mendengarkanmu. Sebab, aku terlampau lebih sering mendengarkan orang lain, dan tidak pernah mendengarkanmu dengan kepala dingin. Maafkan aku lagi, ya. Meski kutahu, tanpa kuminta kau akan memberikannya. Kau manusia yang tidak pernah kehabisan kantung maaf. Hebat! Aku belajar banyak darimu.

Bertemu denganmu adalah pelajaran paling berharga dalam hidupku. Pelajaran yang tidak pernah aku temukan dari mana pun dan siapa pun sebelumnya. Kau hadir saat itu seperti disengaja Tuhan untuk menamparku dalam balutan pelukan, memarahiku dalam lembutnya tuturmu. Kelamahlembutan yang berhasil menguatkanku. Kau membuka mataku, bahwa kita tak perlu menyentak-nyentak ketika kesal pada seseorang. Kau pun membuka mataku, bahwa ketenangan, keheningan, dan kelemahlembutan jauh lebih bisa menyalurkan amarah dengan arif.

Kali pertama bertemu denganmu, aku sudah melihat pancaran matamu yang bening dan seperti kubangan melambangkan ketulusan yang nyata. Kebaikan yang tak pamrih dan kasih yang begitu besar dan sabar. Kau memiliki jiwa seluas samudra yang bening dan dalam. 

Darimu aku mengenal cinta seperti apa yang rasanya hangat namun menyejukkan. Darimu aku merasa tidak terbuang dan selalu diinginkan. Darimu aku jadi tahu diri, lebih sering mengucapkan maaf dan terima kasih.

Aku terkadang berpikir, "Kok, bisa, ya, seseorang sepertimu ada di hidupku?". Seringnya, aku tidak percaya dengan keberadaanmu yang terasa sureal. Tetapi, kamu ada. Ada di hidupku.

Lucunya, kau selalu berkata aku baik meski aku tak merasa begitu. Dan beruntung bertemu denganku, padahal akulah yang beruntung mendapatkan banyak pelajaran darimu. Apakah yang kau pelajari dariku? Apakah yang membuatmu merasa beruntung bertemu denganku? Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan kepercayaan diri yang tinggi. 

Jiwamu yang seluas samudra itu, kupercaya kau akan dapat diterima di mana saja. Di belahan dunia yang terlihat begitu kejamnya, kau dapat bertahan dengan baik. Tidak banyak orang yang dianugerahi kantung maaf yang terlihat tak pernah kehabisan itu. Kupercaya pula bahwa kau akan menemukan kehidupan yang kau idamkan, meski tak bersamaku. Kita hanya bisa beriringan saja, kemudian melanjutkan kehidupan kita masing-masing. Saling mendukung, berkabar, dan sesekali melayangkan keluhan. Sesulit apapun hidupmu, aku percaya kau mampu laluinya.

Jiwamu yang seluas samudra itu, kupercaya akan selalu mendatangkan kebaikan untukmu. Dikelilingi orang-orang baik dan perlindungan dari Tuhan.

Jiwamu yang seluas samudra itu, akan selalu kuselami. Jiwa itu yang membantuku belajar berenang. Dan aku ingin lebih piawai. Kuselami kedalaman itu, yang meski tenang namun penuh ketegasan. Ajek berdiri di prinsip hidup yang kau genggam.

Jiwamu yang seluas samudra itu, semoga selalu didekatkan dengan bahagia.

You May Also Like

0 comment