Perempuan

by - Desember 03, 2020

Judul tulisan ini adalah jenis kelamin yang sempat kubenci.


Namun aku adalah seorang perempuan.

Menjadi seorang perempuan pernah begitu aku sesali. Segala yang menempel di tubuh dan jiwaku sebagai seorang perempuan selalu aku sangkal dan musuhi. Rambut panjang, pantat montok, payudara yang menumbuh, dan femininitas.

Aku tak pernah sudi merawat rambutku hingga panjang dan menjuntai seperti perempuan kebanyakan. Pernah kupangkas ia dengan gaya potongan lelaki. Aku merasa keren dan berada satu langkah menuju menjadi laki-laki. Tidak hanya itu, aku pernah menekan kuat-kuat payudaraku. Mengapitnya agar tak terlihat tonjolan itu. Rok, gaun, adalah pakaian yang aku benci dan hindari. Aksesoris pernak-pernik tak pernah bertengger di tubuhku. Tidak lupa, warna merah jambu membuatku jijik melihatnya. Aku menjauhkan segala hal yang menurut masyarakat berbau feminin.

Beberapa temanku di sekolah memanggilku dengan sebutan "Abang" karena aku terkenal dengan ketomboianku. Dan beberapa orang menyangkaku sebagai seorang lesbian. Tidak menyukai laki-laki karena memendam kebencian yang teramat kepada lelaki.

Menjadi seorang perempuan pernah begitu aku benci, ketika bapakku menginginkan seorang anak laki-laki.

Tuhan Yang Maha tidak diketahui alasan di balik ketentuan-Nya menakdirkan kesemua saudaraku berjenis kelamin sama: perempuan. Menjadi seorang perempuan adalah sebuah penyesalan dan kesalahan baginya, bagi seseorang yang kukira akan paling menyayangiku sebagai seorang perempuan. Namun baginya, anak laki-laki memiliki nilai yang lebih tinggi. Anak lelaki miliknya adalah "segala-galanya". Sampai aku tak tahu apakah aku masih bisa menganggapnya laki-laki yang penting di hidupku ketika kehadiranku tak menjadi penting baginya hanya karena jenis kelaminku?

Dan kesemua usahaku yang tolol itu dilatarbelakangi dengan harapan akan dapat menggantikan anak laki-laki yang begitu ia harapkan. Menunjukkan kepadanya bahwa aku bisa menjadi apa yang ia mau. Meski aku tidak terang-terangan menyampaikan maksudku itu.

Lama kelamaan pun aku muak. Haruskah aku begitu? Haruskah aku selalu membenci diriku, membenci identitasku ketika yang kuusahakan hanyalah kesia-siaan?

Namun, akhirnya aku menemukan keistimewaan sebagai seorang perempuan yang tak dimiliki kaum adam. 

Seluruh tubuh perempuan seperti seniman yang menghasilkan banyak karya. 

You May Also Like

0 comment