twitter facebook instagram pinterest linkedin

Sky Cantiki

Menulis untuk hidup

13 Juli 2018


Hari ini, mungkin kau langsung membacanya atau tidak memedulikan kiriman pesanku. Tapi tak mengapa. Ini hanyalah ucapan selamat ulang tahun sederhana dariku, mungkin banyak yang memberi lebih kepadamu daripada aku.

Selamat ulang tahun..
Satu tahun tiga hari yang lalu kita menghabiskan waktu di sebuah tempat yang kau pilih dan kau juga yang mengajakku. Kau ceritakan rapuhmu, kau ceritakan hidupmu, kau ceritakan kegemaranmu kala itu. Semoga kau didewasakan, diberikan kekuatan dalam menghadapi segala ujian.

Selamat ulang tahun..
Sudah lama kita tidak bertemu, sudah lama juga rasanya tidak bicara baik lewat telepon maupun pesan singkat. Semoga kau selalu baik-baik saja di manapun kakimu berpijak.

Selamat ulang tahun..
Banyak hal yang tidak dapat terulang kembali. Banyak hal yang berhenti. Banyak hal yang sedang dijalani. Semoga kau selalu diberkahi, dilindungi, dimudahkan segala urusanmu oleh Sang Ilahi.

Selamat ulang tahun..
Masih kuingat segala hal tentangmu; awal kenal, awal dekat dan awal perpisahan. Semoga kau selalu diberi kelancaran rezeki, dikabulkan segala permintaan dan kebaikan yang selalu mengiringi langkah perlahan.

Selamat ulang tahun..
Tak berkurang apapun dariku, untukmu. Tak ada yang harus aku kurangi, apapun itu. Semoga kau selalu dijaga dari fitnah, kejahatan dunia dan gelora api neraka.

Selamat ulang tahun..
Terima kasih telah berperan penting dalam hidupku dan Ardan. Terima kasih telah sempat menemani, mengorbankan waktumu membaca tulisanku yang rumpang, terima kasih selalu berhasil mengungkap kesalahan-kesalahanku, terima kasih telah memberiku waktu untuk perbaikan. Semoga kau selalu menjadi manusia yang memiliki kualitas tinggi, baik kepada siapapun, merindang untuk yang lemah, berpegang kuat dalam prinsip kebaikan dan selalu bahagia.

Aamiin..
Biar doa yang lain kusimpan dan kusebut dalam diam.




Selamat ulang tahun,
Dari yang tidak akan pernah membencimu.







Setiap manusia pasti memiliki orang-orang yang berpengaruh dalam perubahan positif dirinya. Termasuk aku. Kali ini izinkan aku bercerita sedikit banyak tentang seseorang yang menjadi salah satu pengaruh besar dalam hidupku.

Dia adalah Gebi Aprilia Aritonang. Gadis yang baru saja genap berusia 18 tahun pada 1 April lalu ini bertemu denganku di SMP, tepatnya saat aku menjadi murid baru pada kelas 2 SMP yang saat itu sekelas dengannya. First impression, aku tidak menyukainya. Terlebih dia yang selalu menebar senyum ke siapa saja, menyapa siapa saja, berjalan dengan riangnya kesana-kemari dan keceriaan lainnya yang membuatnya terlihat menyebalkan di mataku. Aku tidak seperti dia, aku orang yang cuek, tidak peduli sekitar, tidak suka menyapa orang lain lebih dulu dan tidak suka mengobrol dengan orang yang kurasa tidak perlu, wajar saja jika aku tidak menyukainya.

Semakin hari aku merasa dia mendekatiku, tapi aku selalu menanggapinya dengan biasa saja karena kembali lagi aku tidak suka dengan orang terlalu banyak bicara. Pada akhirnya kami dipertemukan dalam satu kelompok belajar. Karena satu insiden akhirnya kami dekat, aku juga tidak terlalu memusingkan tingkah lakunya, kulihat juga dia tidak separah apa yang aku pikirkan. Dia juga baik-baik saja jika bicara denganku dan kami nyambung dalam pembicaraan. Lalu hari demi hari kami terus komunikasi lewat chatting maupun video call. Dia asik, menyenangkan, perlahan-lahan apa yang aku pikirkan tentangnya mulai memudar.

Hingga pada saatnya banyak sekali yang bicara miring padaku tentangnya, mungkin karena aku sudah telihat sering bersama dengannya akhir-akhir waktu. Banyak sekali kebencian-kebencian yang masuk ke dalam telingaku, mereka bicara seperti apa yang aku pikirkan dulu tentangnya. Tapi untung saja, aku bukanlah orang yang mudah percaya dan terhasut oleh kebencian orang lain untuk ikut membencinya. Aku tetap menjadi temannya. Aku tetap bicara dengannya. Aku tetap bersama dengannya.

Dalam kedekatanku dengannya, aku tetap menjadi diriku dan dia tetap menjadi dirinya. Kami tidak saling menuntut untuk menjadi siapa yang kami mau, tapi kami saling menerima siapa diri kami sebenarnya. Aku tetap dengan ketidakacuhanku pada sekitar, aku hanya acuh dengan hal-hal yang aku mau saja, seperti tentangnya contohnya. Dia tetap dengan keceriaannya, senyumnya yang merekah setiap bertemu dengan orang lain, sapaan ‘hai’ yang selalu keluar beriringan dengan senyum dan langkah kaki yang sedikit berlari. Dia banyak bicara, banyak bahasan untuk diceritakan, sedangkan aku hanya diam saja mendengarkan. Dia dikenal banyak orang, dia bicara dengan siapa saja, dia memiliki banyak teman.

Hingga pada akhirnya entah kenapa aku bisa mendapat pikiran bahwa menjadi dia itu sangat menyenangkan. Dikenal banyak orang, bicara dengan siapa saja, memiliki banyak teman, tersenyum pada siapa saja, menyapa siapapun bahkan yang tidak dikenal, tidak pernah terlihat murung dan selalu ceria dalam keadaan terberat dalam hidupnya sekalipun. Aku tahu hidupnya tidak benar-benar mulus dan ringan, tapi dia selalu bisa ceria di hadapan semua orang. Sedangkan aku? Seem in a bad mood all the time. Hingga julukan jutek tidak pernah luput dariku.

Pada saat masuk SMA tepatnya kelas 1, aku memberanikan diri untuk setidaknya mengobrol dengan orang-orang baru meski senyum dan menyapa lebih dulu masih sulit untuk kulakukan. Aku selalu ingat apa-apa saja katanya, selalu ingat caranya ramah dan hangat yang kini aku sukai. Lalu aku terapkan perlahan-lahan meski terkadang aku sering tak percaya bisa lakukan itu, hal di luar diriku. Tapi, aku terus mencoba hingga aku merasa dampaknya sangat baik untuk hidup dan diriku. Ternyata benar, aku lebih bisa memiliki banyak teman dengan keramahan yang dulu menurutku menyebalkan, aku bisa berinteraksi dengan siapa saja yang aku mau, aku bisa mendapatkan banyak pelajaran dari mereka, aku juga lebih berpikiran terbuka.

Setiap aku berhasil menyapa orang lain lebih dulu aku selalu tersenyum bangga setalahnya, itu achievement yang menurutku juga patut untuk aku apresiasi. Satu-dua kali aku coba dan semakin lama semakin menyenangkan. Meski awalnya malu dan takut tidak digubris, perasaan itu pasti ada, tapi ternyata itu hanya pikiran jelek dalam otakku saja. Manusia tidak sejahat itu jika kita memperlakukannya dengan baik.

Lalu aku mulai membiasakan diri saat kemanapun aku pergi mengajak bicara orang lebih dulu. Berkenalan dengan orang baru ternyata seasyik itu. Ternyata benar, kalau bahagia kita itu kita sendiri penciptanya. Aku percaya akan hal itu. Sejak aku memberanikan diriku untuk ramah, aku mendapatkan kebahagiaan dan aura positif. Jauh lebih bisa mengenal banyak orang dan orang lain pun tidak hanya mengenalku karena aku jutek dan tidak peduli sekitar.

Kini aku percaya, ramah tidak menyebalkan. Seharusnya aku tidak sebal melihat orang lain ramah atau menganggapnya tebar pesona, justru aku harus belajar lebih banyak darinya karena ramah adalah salah satu modal dalam bersosialisasi.




Dikhususkan,

terima kasih Bi, telah mengajari banyak hal dan membantuku menemukan aku yang baru.
Utami Ayu Susilowati itulah dia narasumber kedua saya. Dia adalah teman sekelas saya saat kelas 11 dan 12. Banyak sekali hal yang dapat digali dari hidupnya rupanya. Orang-orang memandang dia pada mulanya bukanlah anak baik-baik, begitupun saya yang sudah terkontaminasi dengan sekitar. Dia yang jadi bahan gunjingan sana-sini karena status BBM-nya dulu kala yang begitu mengumbar kenakalannya dan kesakithatiannya pada kehidupan. Saya juga kunjung memperhatikan statusnya karena terlalu sering mendengar pembicaraan orang-orang mengenai dirinya.
Kemudian saat kelas 11 tepatnya saat saya satu kelas dengannya, saya tidak menemukan keanehan atau keganjilan yang begitu berarti. Biasa-biasa saja. Apa yang saya lihat tidak seperti apa-apa yang orang lain bicarakan selama ini.
Saya terus memperhatikan gerak-geriknya dan bisa dibilang saya mengerti sebagian dari maksud gerak-gerik seseorang secara psikologis. Hari demi hari saya melihat banyak perubahan di dirinya yang signifikan. Ia lebih banyak diam. Akhirnya pada 06 Januari 2018 saya mewawancarainya di sekolah.
Dia adalah anak tunggal dari kedua orang tua yang sibuk bekerja. Saat ia kecil, ia di urusi oleh neneknya di kampung halaman. Sejak Sekolah Menengah Pertama ia hidup dalam kekosongan, kesendirian dan kesepian tanpa kakak dan adik. Mungkin itulah sebabnya mengapa ia selalu mencari perhatian di sosial media, begitulah saya menyimpulkannya.
Kehancurannya semakin dalam saat ibu tercintanya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya. Direnggut dengan cara kecelakaan tragis yang berhasil membuat banyak orang terkejut. Saya tak melewatkan kesempatan untuk berkunjung ke rumah duka pada waktu itu, beberapa kali ia pingsan dan menangis, berbicara ngawur yang mengatakan ingin ikut dengan ibunya. Saya merasakan kepiluannya, sungguh. Mungkin semua orang yang datang pun begitu.
Cucuran air mata menetes saat ia menjawab bertubi-tubi pertanyaan yang saya lontarkan. Katanya, tak ada satupun yang ia inginkan selain ibunya kembali. Tapi sayang, semua itu tidak mungkin terjadi. Katanya juga, ia menyesal karena beberapa hari sebelum kepergian ibunya mereka sempat bertengkar selayaknya ibu dan anak pada umumnya. Ia belum sempat meminta maaf, ia belum sempat membanggakan ibunya, begitulah katanya.
Hati saya tersentak pilu membayangkan bagaimana keadaannya saat kembali ke rumah, saat tak ada lagai canda tawa teman-temannya yang menemani, saat sepi melandanya, saat tidak ada satupun orang yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Saya tidak bisa membayangkan itu semua jika itu terjadi kepada saya.
Ia juga berkata ingin berubah menjadi lebih baik lagi dan mencoba untuk tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya yang dulu. Saya bantu karena lagi-lagi saya tidak suka melihat siapapun yang ingin berubah ditentang dan tidak didukung.
Hari demi hari dia lebih sering menghabiskan waktu di sekolah ketimbang bersama teman-temannya. Berbagai tatapan sinis saya dapatkan, tapi tidak saya gubris dan anggap serius yang terpenting saya bisa berbuat sesuatu hal yang positif bukan hanya untuk diri saya sendiri tapi juga untuk orang lain.
Akhirnya setelah saya banyak memberikan masukkan-masukkan padanya saat saya mewawancarainya tempo lalu, ia sedikit demi sedikit membawa hidupnya ke arah yang lebih baik. Kini juga ia memelihara seekor kucing untuk menjadi temannya bermain di rumah.


Banyak sekali hal-hal yang dapat kita petik dari hidupnya. Bersyukurlah jika masih memiliki orang tua yang lengkap semenyebalkan apapun mereka, berbuatlah baik pada mereka, berbaktilah karena kita tidak pernah tahu kapan akan dijemput oleh Sang Ilahi. Bisa jadi kita lebih dulu atau mereka yang lebih dulu. Jangan takut untuk berubah ke arah yang lebih baik, akan selalu ada jalan dan kemudahan.

Terima kasih telah menginspirasi.

Shindi Febrianik gadis kelahiran 01 Maret 2001. Dia adalah narasumber pertama saya. Pada 06 Januari 2018 saya mewawancarainya di Kedai Moo Nyusu. Saya mengatakan kepadanya bahwa dia adalah pilihan yang hidupnya menarik untuk saya ulas menurut saya. Tapi dia tidak percaya, dia mengatakan bahwa tidak ada yang menarik dari hidupnya kemudian saya tertawa. Bukan karena meremehkannya, tapi karena lucu melihatnya bahkan tidak menyadari kelebihannya sendiri, ia hanya tahu apa-apa yang kurang dalam hidup dan dirinya.
Dia adalah anak semata wayang dari pengemudi online dan penjual ayam bakar. Saya melihat kegigihannya serta keceriaannya di setiap hari kebetulan dia adalah adik kelas saya. Dalam penuh tekanan, dia selalu membantu ibunya dan mengatakan bahwa itu sudahlah kewajibannya sebagai anak. Meski hobinya sering kali dianggap hal yang tidak penting, tapi ia selalu berusaha dan selalu mengembangkannya. Ia gemar bahasa Inggris dan ingin mempelajarinya lebih dalam lagi. Di samping mengidolakan One Direction, ia sambil terus menggali potensinya dalam berbahasa Inggris, mencuri-curi waktu.
Saya sedikit memberinya masukan untuknya agar lebih giat dan termotivasi untuk melangkah maju serta tidak merasa sendirian dalam melakukan perubahan yang positif. Hingga suatu waktu saya temui dia lagi dan bertanya bagaimana kabarnya, dia menjawab lebih baik. Dia juga mengatakan bahwa orang tuanya sudah mendukungnya untuk mempelajari bahasa Inggris lebih dalam dan memberi waktu luang untuknya. Saya senang bisa bermanfaat, saya senang mengenalnya.
Hal yang dapat diambil darinya adalah kebaktiannya pada orang tua. Membantu orang tua dan berusaha meredam dirinya.



Terima kasih telah menginspirasi.


Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak ada yang sempurna di dunia ini. Lalu mengapa masih ada saja yang saling menertawakan kekurangan satu sama lain? Mengapa salalu  mengkritisi sesuatu yang salah tanpa mencoba mengapresiasi yang sudah benar?

Aku sangat tidak respect pada seseorang yang selalu saja menilai orang lain dari luarnya (penampilan) saja. Mereka menjuluki seseorang hanya berdasarkan apa yang terlihat tanpa mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, apa latar belakangnya. Tak jarang mereka menertawakan kelemahannya yang begitu menonjol, seperti; pendek, gendut, berkulit hitam, cara jalannya yang aneh, wajah yang tidak cantik atau tampan menurut mereka, melalukan hal yang salah saat bicara di depan umum (khususnya di depan kelas), hal-hal yang berasal dari kekurangan seseorang lainnya yang seakan-akan mereka jadikan bahan candaan. Mereka mengesampingkan perasaannya, terluka atau tidaknya setelah mereka tertawai dengan begitu puasnya, seolah merekalah yang paling sempurna. Yang mereka pikirkan hanyalah; “dia lucu dan saya harus tertawa”. Kekurangan seseorang bukanlah kelucuan, mungkin sebagian besar dari orang-orang yang memiliki kekurangan tidak menginginkan itu ada pada dirinya, lalu mereka menertawakannya. Bisakah disimpulkan bagaimana perasaannya?

Selain itu, sebagian dari mereka ada yang tidak suka melihatnya memiliki prestasi, percaya diri, pandai bicara di depan umum, ramah dan sebagainya. Mereka menganggap itu adalah hal yang dibuat-buat, tidak natural dan hanya cari perhatian saja. Banyak juga yang berpikir dia hanya mengejar jabatan tinggi saat lebih rajin bekerja, ingin dipandang dan terlalu terobsesi. Mereka membicarakannya bersama teman-teman mereka dengan opini-opini buruk yang tertera di otak mereka yang secara tidak langsung menghasut orang lain untuk ikut tidak menyukainya.

Inilah mengapa aku membuat proyek wawanca dengan narasumbernya adalah orang-orang yang berada di sekitarku. Aku ingin minimal menjadi orang yang tidak menilai orang lain dari tampilannya saja, tidak berburuk sangka, tidak mencaci maki di belakang tanpa tahu kebenarannya, dan tidak beropini miring tentang seseorang yang aku lihat yang belum aku kenal kehidupannya lebih dalam. Aku ingin memahaminya dan menilainya dari ceritanya secara langsung. Cukup aku, jika mereka tidak mau mengerti. Karena biasanya mereka hanya penasaran, tanpa benar-benar peduli.

Dari situ aku mengerti, dari situ aku memahami, dari situ aku tahu bahwa setiap orang memiliki sisi uniknya masing-masing. Membuka lebar-lebar pandanganku terhadap sebab-akibat perilaku seseorang. Aku jadi sangat percaya bahwa selalu ada hal yang bisa dipelajari dari kehidupan seseorang. Seburuk apapun mereka menjulukinya, dia tetap mempunyai hal istimewa yang dapat dipelajari. Bukan ditertawakan.

Kalau dia bilang aku menginspirasi, tidak, justru dia yang telah memberi banyak inspirasi untukku. Aku sangat senang bisa dipercaya, bisa mendengarkan langsung cerita seseorang yang membuka mataku lebar-lebar hingga dalam hatiku selalu berkata “Ternyata ini alasannya.”. Iya, karena semua yang terjadi di dunia ini beralasan, apapun itu.


Untuk orang-orang yang akan aku tuliskan dalam blog selanjutnya, aku mengucapkan terima kasih yang begitu tulus dari hatiku. Terima kasih telah berbagi pengalaman, bertukar pikiran, dan memercayakanku.



Newer Posts
Older Posts

Pemilik Ruang


Halo, selamat datang di Ruang Tenang! Senang mengetahuimu mengunjungi ruanganku, tempat aku melarikan diri dari kegaduhan dunia. Di sini kau akan bertemu sekat-sekat ruang dalam kepalaku yang begitu sesak menjadi untaian kata-kata.

Mari Berteman

Labels

Berdikari Jurnal Karya Teman Hidup

Blog Archive

  • ►  2022 (9)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2021 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ►  2020 (11)
    • ►  Desember (3)
    • ►  September (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2019 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (2)
  • ▼  2018 (5)
    • ▼  Juli (2)
      • Selamat Ulang Tahun
      • Ramah Tidak Menyebalkan
    • ►  Juni (1)
      • Si Semata Wayang Tanpa Mama #Narasumber2
    • ►  April (2)
      • Si Semata Wayang #Narasumber1
      • Latar Belakang Proyek Wawancara
  • ►  2015 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (2)


FOLLOW ME @INSTAGRAM





Created with by BeautyTemplates | Distributed by blogger templates