Berhenti Menyontek

by - September 21, 2020


Berangkat dari seorang anak yang rajin belajar dan mengerjakan PR sebelum diperintah, aku paling anti disontekin. Waktu SD aku bisa-bisa bikin bangunan tinggi di samping kanan kiri dan depanku dengan buku catatan pelajaran lain kalau ada teman yang melirik-lirik mencurigakan. Apalagi saat ulangan. Nggak ada sedikit pun celah yang bisa mereka intip.

Walaupun begitu, aku tetap bersedia untuk memberi tahu cara pengerjaan suatu soal ke teman yang bertanya dan niat belajar. Karena mereka masih punya effort untuk mengerjakan sendiri dengan cara yang aku beri tahu. Sebenarnya aku nggak pintar-pintar amat, tapi balik lagi ke atas: ku rajin belajar. Rajin pangkal pandai, bukan?

Hingga akhirnya aku berkenalan dengan Facebook dan gadget sekitar kelas 5 SD. Taraf rajin belajarku menurun. Nggak males banget, masih sesekali belajar, tapi jatuhnya nggak fokus karena pikiranku lari-larian ke mana-mana. Nilai jadi banyak yang turun dan sering sekali HP-ku disita oleh mama supaya aku bisa belajar dengan fokus. Tapi, nggak ngaruh! Malah, aku semakin kepikiran dengan HP-ku itu.

Tahun demi tahun, masuk ke SMP aku semakin jauh dari namanya belajar. Belajar dalam artian baca buku pelajaran seperti yang sebelumnya sering aku lakukan. Mengisi soal di buku LKS di rumah sama sekali nggak pernah. Kerjaanku seharian tiduran sambil main HP. Diomelin sebagaimana bentuk omelan pun nggak mempan, malah cuma bikin aku tambah sebel.

Mulailah aku kebergantungan dengan sontek-menyontek. Iya, kebergantungan, karena sontek-menyontek itu candu. Segala jenis persontekan udah aku lakukan. Mulai dari browsing waktu ujian dan HP-nya aku dudukin atau aku taruh di sepatu, nulis berlembar-lembar materi di HVS dan ketika ujian HVS itu tanpa rasa gelisah sedikit pun aku taruh di atas meja sejajar dengan soal ulangan. Aku ini skeptis untuk nanya jawaban ke orang lain karena belum tentu benar dan orang yang pintar yaaa biasanya nggak mau disontekin (kayak aku dulu) makanya aku tulis materi dan cari jawabannya sendiri.

Perihal ketahuan? Udah seriiing bangeeet. 
Tapi aku kayak bebal aja gitu, nggak merasa bersalah sedikit pun. Malahan aku terlihat nantangin guru yang mergokin dan pasang muka ketus. 

Sampai di saat aku kelas 11 semester 2 dan wali kelasku guru BK. Di kelasku ada yang ketahuan menyontek pakai HP ketika UTS. Saat itu, aku udah mulai jarang nyontek karena mau agak bener aja jadi manusia. Dan kasus itu ada seorang murid yang melapor. Sekelas disidak. Nggak dibentak-bentak sih, tapi justru itu yang bikin aku seketika merasa terketuk. Kurang lebih guruku bilang untuk percaya dan mengandalkan diri sendiri karena orang lain belum tentu benar. Sebenarnya petuah itu udah sering banget aku dengar dulu, tapi baru kali itu rasanya bisa aku cerna dengan baik.
Di akhir, guruku bilang untuk kami semua berjanji ke diri sendiri untuk nggak menyontek. Sadar nggak sadar aku seperti berjanji atau memang udah berjanji untuk berhenti menyontek.

Kalau dipikir-pikir selama ini aku memang skeptis sama orang lain dan udah mengandalkan diri gue sendiri. Tapi, di dalam keburukan. Aku mengandalkan diriku untuk menyontek, bikin strategi sendiri, ketimbang usaha seperti dulu belajar dan mempersiapkan diri untuk ulangan. Dari situ, setiap aku mau menyontek karena aku tahu aku nggak belajar dan nggak tahu apa jawabannya, diriku seakan-akan mengingatkan, "Lu itu kan diberi otak juga, semua manusia punya otak yang sama." 

Albert Einstain sebegitu geniusnya aja cuma menggunakan 2% kemampuan otaknya. Gimana dengan aku yang nggak menyandang gelar genius ini, berarti aku cuma menggunakan otakku 0,000000 nol-nol satu sekian. Berarti aku menyia-nyiakan pemberian Tuhan dan organku sendiri.

Sekitar semester lalu, setelah bertahun-tahun aku menyontek lagi karena saat itu aku ambil kerja part time dan capek banget rasanya nggak punya waktu untuk belajar. Rasanya berdosa banget. Kayak habis melakukan dosa besar. Aku ingkar ke diriku sendiri dan nggak mempercayai kemampuanku. 
Sepanjang koridor aku merasa bersalah dan bertekad nggak mengulangi lagi.

Rasanya aneh melakukan hal yang udah lama sekali nggak aku lakukan, terlebih itu hal buruk.

You May Also Like

0 comment