Terdistraksi
Suatu hari di awal jeda panjang, di penghujung malam aku berpikir, "Mengapa hari ini tidak seperti yang kuingini? Tidak juga ada satu dari banyaknya kegiatan yang telah disusun rapi di atas kertas dan mengisi kepala.". Bukankah aku telah berjanji, berjanji, berjanji pada diri ini untuk memperbaiki dan mengisi kosong-kosong dengan kegiatan yang lebih berarti?
Tetapi, aku mengingkari. Mencederai perasaanku sendiri. Mengabaikan semangatku yang menjulang tinggi di awal hari.
Hal-hal kecil di rumah tak bisa aku bantah. Pinta Mama untuk mengantar adik kecilku ke sekolah. Menggiling pakaian yang menumpuk di mesin itu kemudian menggantungnya di bawah sinar matahari yang malu-malu. Bayi bulat yang senang makan itu juga turut menggunakan waktuku, menyita hal-hal yang ada di kepalaku yang terpaksa aku kesampingkan.
Banyak yang menyenangkan, lebih banyak yang melelahkan.
Satu, dua, tiga hari berlalu tanpa permisi, begitu saja melewati kepalaku. Sampai kepala ini terisi dengan pertanyaan, "Kapan memulai rencanamu?". Tetap hanya menjadi pertanyaan di penghujung malam.
Buku-buku yang kubawa hanya tersentuh dan tak sempat terbaca. Menggeletak di atas kasur, sebagai teman tidur. Pagiku tanpa menditasi, tanpa peregangan dan lari kecil seperti yang kurencanakan, tanpa membaca buku dan secangkir kopi maupun teh, tanpa menulis puisi, tanpa membalas pesan-pesan yang masuk.
Rencana hanyalah rencana, jika tanpa ada tindakan apa-apa.
Macam-macam distraksi di depan telah menunggu dengan jumlah yang banyak sekali. Untuk menghancurkan diri dan menjadikan kita di sini-sini saja.
Tetapi, aku mengingkari. Mencederai perasaanku sendiri. Mengabaikan semangatku yang menjulang tinggi di awal hari.
Hal-hal kecil di rumah tak bisa aku bantah. Pinta Mama untuk mengantar adik kecilku ke sekolah. Menggiling pakaian yang menumpuk di mesin itu kemudian menggantungnya di bawah sinar matahari yang malu-malu. Bayi bulat yang senang makan itu juga turut menggunakan waktuku, menyita hal-hal yang ada di kepalaku yang terpaksa aku kesampingkan.
Banyak yang menyenangkan, lebih banyak yang melelahkan.
Satu, dua, tiga hari berlalu tanpa permisi, begitu saja melewati kepalaku. Sampai kepala ini terisi dengan pertanyaan, "Kapan memulai rencanamu?". Tetap hanya menjadi pertanyaan di penghujung malam.
Buku-buku yang kubawa hanya tersentuh dan tak sempat terbaca. Menggeletak di atas kasur, sebagai teman tidur. Pagiku tanpa menditasi, tanpa peregangan dan lari kecil seperti yang kurencanakan, tanpa membaca buku dan secangkir kopi maupun teh, tanpa menulis puisi, tanpa membalas pesan-pesan yang masuk.
Rencana hanyalah rencana, jika tanpa ada tindakan apa-apa.
Macam-macam distraksi di depan telah menunggu dengan jumlah yang banyak sekali. Untuk menghancurkan diri dan menjadikan kita di sini-sini saja.
0 comment