Berjeda

by - Februari 12, 2019




Aku terlalu banyak risau pada sesuatu yang parau.
Memberitahu tanpa mengetahui ternyata salah satu hal yang tidak merisaukan. Atau juga melenyap sesaat dengan bait-bait yang masih diingat. Aku sudah berkeinginan hilang, tapi dengan syarat tetap dikenang. Seperti keterusikan hanyalah gerbang fana yang nyata, tapi sesungguhnya bisa saja diberi jeda.

Cukup terperangah meski siuman dengan jangka, bait-bait dari mulutku bernyawa di hidup segala. Satu persatu terlihat semu. Aku bahkan tak tahu siapa mereka, siapa aku. Tahu tidak, kalau aura yang mengaliri akan bermuara di hati? Prosesnya sama. Apa yang disampaikan dengan hati dan mengandung kasih, sungguh mampu membuat takjub. Lagi aku tak pernah mengira. Sungguh tidak. Aku tidak pernah berandai-andai menyulap sekerumun kataku menjadi anak panah, menancap lurus di dada mereka sampai ke kalbu. 


Dan,
kini jeda mengetukku...

Katanya, hendak berkunjung. Sungguh tahu diri ia datang di tepat waktu.

Aku.. aku dibuai keadaan, senang atas ketidakdugaan, dan marah atas ketidakterkendalian.
Rupanya lelah adalah aku yang sekarang.
Meski aku tahu akan didengar, tapi aku enggan bicara apapun. Aku sungguh enggan menjelaskan kepada mereka apa-apa yang aku lihat yang tidak mereka lihat. Aku sungguh lelah menjelaskan mengenai itu, tapi aku juga lelah melihatnya semena-mena. Membenarkan satu sisi saja yang memiliki banyak makna.

Kacamata mereka belum tebal, belum melihat jelas apa yang tersembunyi di balik seluk beluknya semesta.


Jeda katanya hendak membantuku padahal aku tidak meminta begitu. Dan katanya, kau akan terbantu, aku tahu kau butuh uluran tangan yang sejak lama tidak siapapun berikan.

Aku benar-benar butuh jeda..
dan ia menghampiriku segera

Teriak dalam hati mana enak, sudah tidak terdengar semakin muak pula. Tidak menyelesaikan apa-apa. Berbicara pada mereka pun untuk apa? Untuk apa? Untuk apa? Untuk membuatnya mengerti beberapa alinea yang seharusnya mereka baca?

Tulisan itu tak pernah menghampiri tuannya dan mereka lupa itu

menganggapnya seperti kopi yang akan selalu disuguhi dalam keadaan segala


Biar aku bertemu jeda,
ia siap kembalikan setelah satu persatu terselesaikan.

Aku memang sedang kewalahan atasi peperangan jiwa dan kepala. Aku tak mau mendengar kata rindumu itu. Aku juga tidak mau mengeluhkan seberapa aku ingin kau tahu bahwa aku ingin memborong waktu hanya untuk berbincang hangat denganmu diselingi senda gurau dan tawa-tawa yang melebur. 
Aku sedang tidak ingin berlabuh di bahumu
Aku sedang tidak ingin bicara dulu


Aku ingin jeda
aku ingin jeda ceritakan padaku pantaskah apa yang kulakukan ini
aku ingin jada katakan bagaimana kelanjutan ceritannya
dari puan yang sedang risau
yang tidak ingin terjebak dalam ketidakhirauanmu

You May Also Like

0 comment