Garis Pembatas
Waktu kembali menjadi sesuatu yang selalu disalahkan. Dulu dan sekarang selalu dibandingkan dan selalu berbeda. Dulu bersama sekarang terpisah. Garis pembatas lebih jahat daripada waktu. Garis pembatas lebih kejam memisahkan. Kini garis pembatas itu berada ditengah-tengah dua orang yang mengasihi. Ia dengan cepat hadir dikeduanya. Tidak juga. Bahkan diantara banyak orang. Ia ingin memilikinya sebagaimana mungkin kamu menjadi hanya miliknya.
Dulu selalu ada waktu untuk
bersama, selalu ada tema untuk bercerita, selalu ada tawa dalam cela, namun
kini hanya membekas di dalam hati. Aku tidak punya waktu lagi untuk bersamamu,
aku tidak punya tema untuk bercerita apa pun kepadamu. Seperti asing, seperti
bukan kamu. Wajahmu tapi bukan sifatmu. Jauh dari yang aku kenal dulu. Seperti bukan
kamu, iya bukan kamu lagi yang hidup ditubuhmu.
Sekiranya kita tidak lagi
mempunyai waktu luang, tapi mengapa membangun kebiasaan yang dulu kita lakukan
tidak lagi bisa? Mengapa kamu seolah selalu mundur jika aku maju? Apa tidak ada
lagi kasih? Apa tidak ada lagi kenyamanan? Apa tidak ada lagi waktu? Apa tidak
ada lagi harapan? Untuk seperti dulu lagi.
Kini garis pembatas itu menarikmu
dariku, semakin kuat lagi ia menarikmu, semakin jauh dariku. Kini kita
benar-benar jauh. Melihatmu pun bukan sepertimu. Ini belum bermula tapi sudah
terasa bejalan begitu cepat. Sang garis pembatas menguncimu untuk tidak dimiliki
orang lain. Ketahuilah, aku hanya ingin mempunyai waktu bersamamu lagi, aku
hanya ingin berbagi cerita denganmu, seperti dulu. Tanpa ada rasa takut, tanpa
ada rasa menghindar. Aku hanya ingin seberapa jauh kamu, jadilah dirimu
sendiri, bukan manusia baru atau pun menjadi seseorang yang lain. Jadilah diri
kamu, diri kamu yang aku sayang. Jaga diri baik-baik kelak waktu dan jarak
memisahkan. Dan untuk kamu sang garis pembatas kamu akan merasakan lebih dan
lebih dariku, bagaimana rasanya dipisahkan dan kemudian kehilangan.
0 comment